Monday, November 22, 2010

~ The power of love ~

“seseorang yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang, maka dia akan rela berkorban apapun untuk yang dicintanya, karena kekuatan cinta sangat dahsyat yang mampu menerjang pagar-pagar kokoh yang menghadangnya”

Cinta dan kasih sayang adalah karunia indah yang diberikan allah kepada setiap makhluknya, berkat curahan cinta seseorang rela berkorban melakukan manfaat apapun untuk yang dicintainya meskipun itu sangat berat dan banyak onak dan duri. Seseorang yang benar-benar cinta pada tubuhnya maka ia akan rela meninggalkan rokoknya, seseorang yang cinta pada orang tuanya maka ia akan manfaatkan dengan baik uang yang diamanahkan padanya, cinta pada ilmu maka ia akan belajar dengan sungguh-sungguh. Begitulah the power of love yang seharusnya kita pahami dan ditanamkan pada diri kita, sehingga dapat dibayangkan betapa manisnya menapaki kehidupan dengan pengorbanan cinta. menuntut ilmu dengan cinta, membelanjakan uang dari orang tua dengan cinta, dan menjaga tubuh dari bahayanya asap nikotin karena cinta.

Cinta kepada allah-lah merupakan cinta tertinggi dari sekian banyak cabang cinta yang ada didunia ini. yang dapat menyingkirkan dan mengalahkan cinta-cinta yang lain. Kecintaan yang tiada lawan bandingnya.

Seorang sufi wanita dari Basrah yaitu Rabi'ah Al- Adawiyah pernah berkata ketika beliau berziarah ke makam Rasulullah Saw. : "Maafkan aku ya Rasul, bukan aku tidak mencintaimu, akan tetapi hatiku telah tertutup untuk cinta yang lain, karena telah penuh cintaku kepada Allah Swt".

Begitulah the power of love seorang Rabiah Al-Adawiyah kepada allah yang kekuatanya mampu mengalahkan cinta-cinta lain, kecintaaan yang paling tertinggi kepada sang maha pemilik cinta. akan tetapi bukan berarti tidak dibenarkan cinta pada yang lain. Karena cinta kepada rasul, cinta kepada istri, cinta kepada hewan, cinta kepada harta, cinta kepada teman-teman adalah merupakan suatu bentuk cinta kepada allah. Dan dia adalah tempat berpusatnya cinta. (Center of the love)

Sewaktu masih kecil Husain cucu Rasulullah Saw. bertaya kepada ayahnya, Sayidina Ali ra: "Apakah ayah mencintai Allah?" Ali ra menjawab, "Ya". Lalu Husain bertanya lagi: "Apakah ayah mencintai kakek dari Ibu?" Ali ra kembali menjawab, "Ya". Husain bertanya lagi: "Apakah ayah mencintai Ibuku?" Lagi-lagi Ali menjawab,"Ya". Husain kecil kembali bertanya: "Apakah ayah mencintaiku?" Ali menjawab, "Ya". Terakhir Si Husain yang masih polos itu bertanya, "Ayahku, bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?" Kemudian Sayidina Ali menjelaskan: "Anakku, pertanyaanmu sungguh hebat! Cintaku pada kekek dari ibumu (Nabi Saw.), ibumu (Fatimah ra) dan kepada kamu sendiri adalah kerena cinta kepada Allah". Karena sesungguhnya semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Swt. Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain jadi tersenyum mengerti.

Kecintaan seseorang kepada keluarga, harta, kedudukan adalah suatu yang lumrah, siapapun akan berkorban untuk menjaga keluarganya, hartanya, dan kedudukanya dikarenakan besarnya rasa cinta. akan tetapi waspadalah akan kecintaan terhadap mereka, jangan sampai menjauhkan atau bahkan sampai melupakan cintanya kepada allah sang pemilik cinta yang hakiki. Kecintaan yang harus lebih diunggulkan dari pada cinta yang lain, dan ini adalah merupakan tolak ukur mengenai keimanan seseorang. Nabi Saw pernah bersabda;

"Belum sempurna imam seseorang itu hingga ia Mencintai Allah dan Rasulnya melebihi cintanya dari pada yang lain".
Seseorang yang mencintai allah maka dia juga akan mencintai makhluk yang lain, karena cinta kepada allah tidak akan membuat seseorang merusak cintanya kepada yang lain justru malah sebaliknya akan sangat mencintainya karena allah. Akan tetapi cinta yang berlebihan kepada makhluk bisa jadi melupakan akan cinta kepada allah.

Jadi teringat sepenggal nasehat Aa Gym dalam ceramahnya, "hati-hati jika mencintai makhluk, jangan sampai karena hadirnya makhluk cintamu kepada Sang pencipta makhluk menjadi berkurang, karena suatu saat nanti makhluk yang kamu cintai itu bisa saja diambil dari sisi kamu"

Teman pembaca sekalian, jadi mari, dan silahkanlah bercinta dan mencintai, cinta yang segalanya hanya karena sang pemilik cinta. Cinta yang bernilai ibadah jika disandarkan karena cinta kepadanya. Dan dia adalah cinta yang lebih berharga dari pada dunia beserta isinya.

"Ya Allah karuniakanlah kepada kami kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang yang mencintai-Mu dan kecintaan apa saja yang mendekatkan diri kami pada kecintaan-Mu. Jadikanlah dzat-Mu lebih kami cintai dari pada air yang dingin bagi orang yang dahaga." Wallahu a’lam.

~ Antara Ridha dan Pasrah ~

Ridha berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Sedangkan menurut istilah, ridha berkaitan dengan perkara keimanan yang terbagi menjadi dua macam. Yaitu, ridha Allah kepada hamba-Nya dan ridha hamba kepada Allah (Al-Mausu'ah Al-Islamiyyah Al-'Ammah: 698). Ini sebagaimana diisyaratkan Allah dalam firman-Nya, ''Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.'' (QS 98: 8).

Ridha Allah kepada hamba-Nya adalah berupa tambahan kenikmatan, pahala, dan ditinggikan derajat kemuliaannya. Sedangkan ridha seorang hamba kepada Allah mempunyai arti menerima dengan sepenuh hati aturan dan ketetapan Allah. Menerima aturan Allah ialah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Adapun menerima ketetapannya adalah dengan cara bersyukur ketika mendapatkan nikmat dan bersabar ketika ditimpa musibah.

Dari definisi ridha tersebut terkandung isyarat bahwa ridha bukan berarti menerima begitu saja segala hal yang menimpa kita tanpa ada usaha sedikit pun untuk mengubahnya. Ridha tidak sama dengan pasrah. Ketika sesuatu yang tidak diinginkan datang menimpa, kita dituntut untuk ridha. Dalam artian kita meyakini bahwa apa yang telah menimpa kita itu adalah takdir yang telah Allah tetapkan, namun kita tetap dituntut untuk berusaha. Allah berfirman, ''Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.'' (QS 13: 11).

Hal ini berarti ridha menuntut adanya usaha aktif. Berbeda dengan sikap pasrah yang menerima kenyataan begitu saja tanpa ada usaha untuk mengubahnya. Walaupun di dalam ridha terdapat makna yang hampir sama dengan pasrah yaitu menerima dengan lapang dada suatu perkara, namun di sana dituntut adanya usaha untuk mencapai suatu target yang diinginkan atau mengubah kondisi yang ada sekiranya itu perkara yang pahit. Karena ridha terhadap aturan Allah seperti perintah mengeluarkan zakat, misalnya, bukan berarti hanya mengakui itu adalah aturan Allah melainkan disertai dengan usaha untuk menunaikannya.

Begitu juga ridha terhadap takdir Allah yang buruk seperti sakit adalah dengan berusaha mencari takdir Allah yang lain, yaitu berobat. Seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khathab ketika ia lari mencari tempat berteduh dari hujan deras yang turun ketika itu. Ia ditanya, ''Mengapa engkau lari dari takdir Allah, wahai Umar?'' Umar menjawab, ''Saya lari dari takdir Allah yang satu ke takdir Allah yang lain.''

Dengan demikian, tampaklah perbedaan antara makna ridha dan pasrah, yang kebanyakan orang belum mengetahuinya. Dan itu bisa mengakibatkan salah persepsi maupun aplikasi terhadap makna ayat- ayat yang memerintahkan untuk bersikap ridha terhadap segala yang Allah tetapkan. Dengan kata lain pasrah akan melahirkan sikap fatalisme. Sedangkan ridha justru mengajak orang untuk optimistis. Wallahu a'lam.

Wednesday, November 17, 2010

~ Berprasangka Baik dan Lapang Dada Dalam Tiap Kejadian ~

Terbentangnya langit di angkasa, dengan awan sebagai hiasan, matahari sebagai penerang di siang hari, bukanlah sesuatu hal yang biasa dan tanpa makna. Bagi golongan orang-orang yang berakal (Ulil Albab) yang Alloh SWT sebutkan di dalam Al Qur’an, setiap kejadian penciptaan terdapat hikmah di dalamnya. Tak satupun kejadian yang sia-sia. Apakah kejadian penciptaan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, serta segala yang ada di seluruh jagad raya ini merupakan tanda-tanda adanya Alloh SWT, zat yang maha memelihara segala sesuatu dengan segala kesempurnaan-Nya.

Manusia di dalam menjalani kehidupan, tentu akan berhadapan dengan berbagai permasalahan. Sungguh suatu pernyataan yang ganjal jika ada seseorang yang mengatakan bahwa ia tidak mempunyai permasalahan sama sekali. Namun, dalam hal cara menyikapi tentu terdapat banyak perbedaan. Bisa jadi, bagi sebagian orang suatu permasalahan yang menghadangnya termasuk dalam kategori ‘Berat’ , sementara bagi sebagian lainnya merupakan hal yang ‘ringan dan sederhana’ serta bisa diselesaikan dengan mudah.

Sungguh, Semua terpulang pada cara pandang bagaimana seseorang menilai dan melihat sebuah permasalahan. berprasangka baik terhadap setiap ketentuan yang singgah dalam cerita kehidupan kita serta menjadikannya hikmah yang secara tidak langsung mengajari kita, dapat semakin meringankan langkah hidup kita menjadi lebih bijaksana serta hati-hati.

Ada seorang sholeh yang berkata dalam kitabnya bahwa jika manusia menghadapi dunia dengan jiwa yang lapang, mereka akan banyak memperoleh kegembiraan yang semakin lama semakin bertambah dan semakin luas, duka yang makin mengecil dan menyempit. Selanjutnya menurut beliau, jika manusia mengatakan bahwa dunia terasa sempit baginya, sebenarnya jiwa merekalah yang sempit, bukan dunianya.

Semoga Alloh SWT memberikan kemampuan bagi kita menghadapi setiap ketentuan yang hadir dalam kehidupan kita, serta mampu berlapang dada serta berprasangka baik atasnya.

Tuesday, November 16, 2010

~ Zakat Harta dan Daging Kurban bagi Orang Kafir ~

Oleh: Komisi Tetap untuk Pembahasan Ilmiyah dan Fatwa

Soal:
Bolehkah memberikan zakat harta atau hewan kurban untuk tetangga kafir yang musyrik yang tidak memiliki hubungan kekerabatan?

Jawab:
Allah telah menjelaskan siapa saja yang berhak menerima zakat harta pada sebuah ayat di Surat At Taubah,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (٦٠)

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (At Taubah: 60)

Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika beliau mengutus Mua’dz ke Yaman. Beliau mengabarkan bahwa Allah telah mewajibkan kaum muslimin untuk membayar shadaqah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu diserahkan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Hadits ini disepakati keshahihannya[1]. Sehingga, zakat harta tidak boleh diserahkan kepada selain muslim kecuali bagi para muallaf[2].

Adapun daging kurban maka tidak mengapa diberikan kepada tetangga atau karib kerabat yang kafir, karena daging tersebut adalah salah bentuk shadaqah.

Wabillahit taufiq, semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabat beliau.

Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa

Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz

Anggota:
- Abdurrazzaq Afifi
- Abdullah bin Ghudayan
- Abdullah bin Qu’ud

(Diterjemahkan dari: Fatwa Lajnah Daimah No. 3635)

Catatan Kaki:
(1) HR. Al Bukhari (6848) dan Muslim (1676)

(2) Syaikh Shalih Al Fauzan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan muallafatul qulub (muallaf) itu ada dua golongan: Kafir dan muslim. Zakat harta diberikan kepada seorang yang kafir apabila diharapkan keislamannya, untuk menguatkan niatnya untuk masuk ke dalam Islam dan memperkokoh kecenderungannya, atau diharapkan pemberian zakat tersebut bisa menahan kejahatannya terhadap kaum muslimin. Adapun zakat harta diberikan kepada muallaf muslim untuk memperkuat keimanannya atau untuk menarik orang dekatnya pula ke dalam Islam. (Al Mulakhas Al Fiqhi, 1/362)

Monday, November 15, 2010

~ HUKUM BERKAITAN KORBAN ~

Definisi Dan Dalil Korban
Korban bermaksud menyembelih unta, lembu dan kambing dengan tujuan untuk mengabdikan diri kepada Allah (swt).
Dalil mengenai korban terdapat dalam ayat suci al-Quran iaitu;
“Maka dirikanlah solat kerana Rabbmu, dan sembelihlah korban.”
(Surah al-Kauthar: 2)

Hukum Korban
Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum korban sama ada ianya wajib atau sunat.
Menurut pandangan jumhur (majoriti) ulama iaitu Maliki, Syafi’i dan Hambali bahawa menyembelih korban pada Hari Raya Aidil Adha adalah sunat muakkad (sunah yang sangat dituntut). Sementara itu, menurut Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Al-Auza’i, Laits dan Ibn Taymiyyah (rh) mengatakan hukum korban adalah wajib ke atas mereka yang berkemampuan. Di bawah ini adalah dalil yang dipegang oleh kedua kumpulan ini.

1. Di antara dalil yang dipegang oleh jumhur ulama yang mengatakan korban adalah sunat muakkad ialah hadis berikut:-

“Jika masuk sepuluh hari pertama Zulhijjah dan salah seorang dari kamu mahu berkorban, maka jangan mencukur sedikitpun dari rambut dan kukunya.” (HR Al-Jamaah kecuali Bukhari)
Dalam hadis ini dikaitkan dengan keinginan/kemahuan dan ia dianggap tidak wajib. Selain dari itu, terdapat riwayat bahawa Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar (ra) meninggalkan korban dengan sengaja pada sebahagian tahun dan ini menunjukkan ia tidak wajib.

2. Di antara dalil yang dipegang oleh mazhab Hanafi yang mengatakan korban adalah wajib adalah dari surah al-Kauthar ayat 2 di atas dan hadis berikut:-
Dari Abu Hurairah (ra), Rasulullah (saw) bersabda;
“Sesiapa yang mempunyai kemampuan, lalu ia tidak berkorban, maka jangan dia menghampiri tempat solat kami.” (HR Ahmad dan Ibn Maajah. Hadis ini mauquf yang dihukum marfu’)
Ulama Hanafi mengatakan perintah mengerjakan solat dan menyembelih korban dalam surah al-Kauthar adalah sama status wajibnya. Sementara itu, tegahan yang terdapat dalam hadis di atas menunjukkan korban adalah wajib.

Haiwan Untuk Korban & Pembahagiannya
Asal haiwan untuk korban hendaklah dari haiwan ternak iaitu unta, lembu dan kambing seperti yang telah sabit dari sumber hadis Rasulullah (saw) dan ayat suci al-Quran. Sebahagian ulama membolehkan berkorban dengan kuda belang, lembu hutan dan kijang. Selain dari haiwan ini tidak dibolehkan.
Pembahagian yang telah ditetapkan oleh syariah ialah kambing untuk satu orang dan unta atau lembu untuk tujuh (7) orang yakni tujuh bahagian.

Jenis Korban
Para ulama membahagikan korban kepada 2 jenis iaitu korban wajib dan korban sunat.

Korban Wajib
Terdapat tiga perkara menyebabkan korban menjadi wajib seperti berikut:-

1. Korban menjadi wajib disebabkan nazar dengan mengatakan “kerana ALLAH wajib ke atas diriku korban seekor kambing” atau “aku jadikan kambing ini sebagai korban” dan seumpamanya.

2. Korban juga menjadi wajib kepada sesorang yang tidak wajib korban seperti orang fakir dengan cara dia membeli haiwan untuk niat korban. Ini kerana setiap pembelian dengan niat korban dikira melakukan saluran menjadikannya sebagai wajib. Pada ‘uruf perbuatan ini dikira sebagai satu nazar untuk korban.

3. Korban menjadi wajib bagi orang kaya kerana ia berkemampuan. Ia bukannya disebabkan dua perkara yang di atas. Kewajipan ini disebabkan orang kaya dituntut melakukannya sebagai tanda kesyukuran atas segala nikmat ALLAH (swt) dan menghidupkan sunah Nabi Ibrahim (as).

Korban Sunat
Korban sunat ialah korban seorang yang musafir atau orang fakir yang tidak bernazar untuk berkorban atau tidak membeli haiwan dengan niat korban. Ia dikira sebagai sunat kerana tidak mempunyai sebab atau syarat menjadikannya wajib.

Jenis Dan Umur Haiwan Korban
Bagi haiwan unta hendaklah berumur 5 tahun, lembu berumur 2 tahun dan kambing berumur 6 bulan. Bagi unta dan lembu hanya perlu diambil satu daripada tujuh bahagian. Syarat sah korban hendaklah haiwan korban itu tidak mempunyai kecacatan dan sembelihan korban hendaklah dilaksanakan dalam waktu yang ditentukan.

Waktu Penyembelihan Korban
Waktu penyembelihan bermula dari selepas solat Hari Raya Adha (10 Zulhijjah) sehingga berakhirnya hari-hari Tasyrik (11, 12 dan 13 Zulhijjah) seperti yang diriwayatkan dalam Bukhari, Muslim dan Ahmad.

Hukum Daging Korban
Maksud dan tujuan korban terlaksana dengan mengalirkan darah haiwan tersebut. (Mughni al-Muhtaj).Jumhur fuqaha mengatakan bahawa korban yang dilakukan secara sukerala (sunat) harus dimakan, tetapi jika ia korban nazar atau wajib melalui pembelian, maka ia haram dimakan. Demikian juga haiwan yang dikongsi seramai tujuh orang dan seorang daripadanya berniat menqadhakan korbannya (korban wajib) yang telah lepas, maka haram dimakan.
Larangan memakan daging korban yang dinazarkan adalah kerana ia telah menjadi sedekah dan seseorang itu tidak boleh makan sedekahnya. Ini adalah secara umum, kerana terdapat perbezaan pandangan berkaitan korban yang dinazarkan. Berkaitan dengan nazar yang dibuat secara umum di mana seseorang itu bernazar untuk tidak memberikannya secara khusus kepada orang faqir miskin – sama ada secara lisan atau dengan niat – ia dibolehkan dimakan menurut mazhab Maliki dan sebahagian ulama Syafi’i. (Mawsu’ah al-Fiqhiyyah).

Disyariatkan bagi orang yang melakukan korban memakan dagingnya, menghadiahkan (kepada sesiapa yang dikehendaki walaupun orang kaya) dan menyedekahkan kepada fakir miskin. Ini berdasarkan firman Allah (swt) yang maksudnya:
“ ..Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Al-Hajj:28)
“.. Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (Al-Hajj:36)
Para fuqaha (rh) berbeza pendapat mengenai jumlah yang harus dimakan, dihadiahkan dan disedekahkan. Perkara ini adalah luas, tetapi cara pembahagian yang terbaik adalah 1/3 dimakan sendiri, 1/3 dihadiahkan dan 1/3 disedeqahkan. Ini adalah pendapat Ibn Masud dan Ibn Umar (ra) yang disebut dalam al-Wazaif. Bahagian yang boleh dimakan boleh disimpan selama yang diinginkan selagi tidak rosak seperti hadis Rasulullah (saw) maksudnya;
“Makan dan simpanlah serta sedekahkanlah (daging korban itu).” (HR Muslim)
Kebenaran memakan dan mengagihkan daging korban tidak ada perbezaan di antara korban sunat atau wajib, yang dilakukan bagi pihak orang yang hidup atau meninggal dunia dan dalam melaksanakan wasiat.

Haram hukumnya menjual mana-mana anggota haiwan korban, sama ada dagingnya atau lain-lain bahagian termasuk kulit. Orang yang menyembelih korban tidak boleh mengambil mana-mana bahagian haiwan korban sebagai maksud upah di atas kerjanya kerana ia seumpama menjualnya. Terdapat hadis Nabi (saw) yang melarang hal ini. Jika hendak dibayar upahnya, hendaklah dari sumber dan cara yang lain. Dibolehkan jika seseorang itu memberikan kepada orang yang menyembelih dengan niat sebagai hadiah atau sedekah di atas kemiskinannya.

Sekian. Wallahu’alam.

~ BERPUASA SUNAT HARI ‘ARAFAH DAN KELEBIHANNYA ~

Pasa ketika ini, semua jemaah haji dari seluruh pelusuk dunia sedang bersiap sedia untuk melaksanakan ibadah haji di tanah suci Makkah al-Mukarramah. Marilah kita mendoakan kesejahteraan kepada mereka semoga mereka semua dapat menyempurnakan ibadah tersebut dan pulang dengan selamat dengan beroleh haji yang mabrur. Amin!
Pada hari kelapan (8) Zulhijjah ini, para jemaah haji dikehendaki berihram bermula dari Makkah atau di sekitarnya. Mereka seterusnya akan berangkat dan bermalam di Mina. Ketika matahari terbit pada hari ke 9 Zulhijjah, mereka dikehendaki berangkat ke ‘Arafah. Di sini, mereka disunatkan memperbanyakkan doa, zikir dan istighfar sehingga terbenam matahari. Para jemaah seterusnya akan melaksanakan kewajipan-kewajipan lain sehinggalah hari-hari Tasyrik berakhir.
Bagi yang tidak menunaikan haji, kita juga boleh meningkat amal ibadah dalam bulan Zulhijjah yang mulia ini dengan melakukan ibadah sunah seperti berpuasa sunah pada awal bulan ini dan berpuasa pada hari ‘Arafah.
Terdapat beberapa hadis mengenai kelebihan sepuluh hari pertama Zulhijjah. Oleh itu, sesiapa yang berpuasa dalam sembilan hari pada awal bulan ini (hari ke-10 adalah hari Raya) hukumnya adalah sunah. Sabda Rasulullah (saw) yang maksudnya;
يصوم تسع ذي الحخّه ويوم عا شوراء وثلاثه ايّام من كل شهر اوّل اثنين من الشّهروخميسين
“Rasulullah (saw) berpuasa sembilan hari dalam bulan Zulhijjah dan pada hari Asyura dan tiga hari bagi setiap bulan, Isnin pertama setiap bulan dan dua hari Khamis.” (Status hadis ini ada sedikit pertikaian dan ada yang mengatakan sahih – HR Ahmad dan Abu Daud)
PENENTUAN HARI ARAFAH
Timbul persoalan dalam menentukan bilakah hari ‘Arafah bagi negara-negara selain Makkah/Madinah. Penentuan bilakah hari ke-9 Zulhijjah adalah penting bagi membolehkan kita berpuasa sunah ‘Arafah dan bagi menentukan jatuhnya Hari Raya ‘Adha/Haji.
Terdapat perbezaan pendapat di kalangan ulama sama ada ianya berdasarkan timbulnya anak bulan di sesuatu negara itu atau berdasarkan timbulnya anak bulan di Makkah. Pandangan yang lebih kukuh adalah mengikut masa timbulnya anak bulan bagi negara yang didiaminya. Misalnya, jika negara Malaysia melihat anak bulan sehari selepas hari ‘Arafah di Makkah iaitu 9 haribulan di Makkah ialah 8 haribulan di Malaysia, maka, maka penduduk Malaysia akan berpuasa pada hari ke 9 (iaitu hari ke 10 bagi Makkah).
Pandangan ini sejajar dengan ayat al-Quran surah al-Baqarah ayat 185 bermaksud sesiapa yang tidak mengesan anak bulan, tidak dikehendaki memulakan puasa. Dalil al-Quran ini juga disokong oleh hadis Rasulullah (saw). Perlu disedari, ibadah puasa adalah di antara ibadah yang ditentukan mengikut peredaran bulan bukannya peredaran matahari. Bagi penduduk di negara sebelah Barat atau Timur Tengah mereka akan menerima kemunculan anak bulan lebih awal dari negara sebelah Timur sebab itulah dalam hal ini mereka lebih awal dari Malaysia.
Bagi mereka yang masih mempunyai kemusykilan dalam hal ini, sebahagian ulama menyarankan kita berpuasa pada dua hari iaitu pada 8 haribulan (9 haribulan di Makkah) dan pada 9 haribulan mengikut masa Malaysia.
KELEBIHAN PUASA SUNAH ARAFAH
Berdasarkan beberapa hadis yang sahih, berpuasa pada hari ‘Arafah mempunyai kelebihan yang besar seperti di bawah: -
صيام يوم عرفه احتسب على الله ان يكفّر السّنة التي قبله والسّنة التي بعده
وصيام يوم عا شوراء احتسب على الله ان يكفّرالتي قبله
Rasulullah (saw) bersabda yang maksudnya;
“Berpuasa pada hari ‘Arafah, aku berdoa agar ALLAH menghapuskan dosa bagi tahun sebelumnya dan tahun selepasnya dan berpuasa pada hari Asyura, aku berdoa agar ALLAH menghapuskan dosa tahun sebelumnya ” (HR Muslim)
Dari Qatadah bin An-Nu’man, beliau mendengar Rasulullah (saw) bersabda maksudnya;
من صام يوم عفرالله له سنتين, سنة امامه وسنة خلفه
“Sesiapa yang berpuasa pada hari ‘Arafah, nescaya ALLAH akan mengampuni dosa-dosanya selama dua tahun, setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya.” (Dinilai sahih – Ibn Maajah, Shahih Al-Jaami’ Ash-Shagiir”)
Kita wajar merebut peluang ini kerana sebagai insan tentunya kita banyak melakukan dosa sama ada yang kita sedari mahu pun tidak disedari.
LARANGAN BERPUASA BAGI JEMAAH HAJI DI ‘ARAFAH
نهى (رسول الله ص) عن صيام يوم عرفة بعرفة
“Rasulullah (saw) telah melarang berpuasa di hari ‘Arafah (bagi mereka yang berwukuf) di ‘Arafah ” (HR Abu Daud)

Thursday, November 11, 2010

~ Ketekunan Itu Mahal ~

Di sebuah negeri hiduplah dua orang pengrajin yang tinggal bersebelahan. Mereka adalah pengrajin emas dan pengrajin kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan itu, sebab itu adalah pekerjaan yang diwariskan secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang dihasilkan: cincin, kalung, gelang, dan untaian rantai penghias.

Setiap akhir bulan, mereka membawa hasil kerja itu ke kota. Hari pasar, demikian mereka menyebut hari itu. Mereka akan menjual barang-barang logam itu dan membeli keperluan selama sebulan. Beruntunglah pekan depan akan ada rombongan tamu agung mengunjungi kota dan bermaksud memborong barang-barang yang ada disana. Kabar ini tentu membuat mereka senang. Tentu, berita ini mendorong para pedagang agar membuat lebih banyak barang untuk dijajakan. Tak terkecuali dua orang pengrajin yang menjadi tokoh kita ini.


Siang-malam terdengar suara logam ditempa. Tungku-tungku api seakan tak pernah padam. Kayu bakar yang membara seakan mewakili semangat keduanya. Percik-percik api yang timbul tak pernah dihiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias telah dihasilkan. Hari pasar makin dekat. Dan, lusa adalah waktu yang tepat untuk berangkat ke kota.

Hari pasar telah tiba dan keduanya pun sampai di kota. Hamparan terpal telah digelar, tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer berdampingan. Tampaklah barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah sayang.., ada kontras diantara keduanya. Walaupun terbuat dari logam mulia, barang-barang yang dibuat oleh pengrajin emas tampak kusam. Warnanya tidak berkilau. Ulir-ulirnya kasar. Pokok-pokok simpul rantai tidak rapi. Seakan pembuatnya adalah orang yang tergesa-gesa.

”Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan menanyakan kenapa perhiasan kawannya tampak kusam. ”Setiap orang akan memilih daganganku, sebab emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin emas lagi. ”Apalah artinya logam buatanmu dibanding logam mulia yang kupunya. Aku akan membawa uang lebih banyak darimu”

Pengrajin kuningan hanya tersenyum. Ketekunannya mengasah logam membuat semua hasil karyanya lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperti lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap dipandang mata.

Ketekunan memang mahal. Hampir semua orang yang lewat tak menaruh perhatian pada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi cincin dan kalung kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan datang. Mereka pun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup membuat mereka tertarik dan mau membelinya. Sekali lagi, terpampang kekontrasan di hari pasar itu. Perajin emas tertegun diam dan perajin kuningan tersenyum senang.

Hari pasar usai. Para tetamu telah kembali pulang. Kedua pengrajin itu pun telah membereskan barang dagangan. Dan, keduanya mendapat pelajaran dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.



Teman, ketekunan memang mahal. Tak banyak orang yang bisa menjalaninya. Begitupun kemuliaan dan harga diri. Tak banyak orang yang menyadari bahwa kedua hal itu tak berasal dari apa yang kita sandang hari ini. Setidaknya tindak-laku kedua pengrajin di atas adalah potongan siluet kehidupan kita.

Ketekunan adalah titin jalan panjang yang licin berliku. Seringkali jalan panjang itu membuat kita tergelincir dan jatuh. Sering pula titian itu menjadi saringan penentu bagi setiap orang yang hendak menuju kepada kebahagiaan di ujung simpulnya. Namun percayalah, ada balasan bagi ketekunan. Di ujung sana ada sesuatu yang menunggu setiap orang yang mau menekuni jalan itu.

Emas dan kuningan tentu punya nilai yang berbeda. Tapi, apakah kemuliaan dinilai hanya apa yang disandang keduanya? Apakah harga diri hanya ditunjukkan dari simbol-simbol yang tampak dari luar? Sebab, kita sama-sama belajar dari pengrajin kuningan bahwa kemuliaan adalah buah dari ketekunan. Dan, bahwa kemalasan akan membuahkan kelemahan jiwa.

Membentuk ketekunan mungkin hampir sama sulitnya dengan menempa logam, bahkan lebih sulit. Tanyakan saja kepada mereka yang berusaha untuk tekun qiyamullail, betapa sulit dan keras usahanya. Atau tanyakan kepada mereka bagaimana beratnya membiasakan diri shoum sunnah. Atau coba tanyakan kepada mereka yang sudah menekuni tilawah Qur’an 10 halaman hingga satu juz setiap harinya. Tanyakan kepada mereka yang punya hafalan 5 juz. Atau coba tanyakan pula kepada saudara kita yang sudah berusaha menekuni diri selalu hadir di majelis halaqoh dan majelis taklim. Apalagi mereka yang menekuni peran sebagai guru, murabbi atau ustadz. Hanya orang bermental baja yang bersedia menekuni pekerjaan itu.

Sekali lagi, ketekunan itu mahal. Dan, ketekunan itulah yang bisa merubah nilai atau harga diri seseorang, walaupun pada mulanya ia hanyalah berasal dari keluarga "kuningan" bukan keluarga "emas". Karakter diri yang kuat, kedewasaan, daya juang yang tinggi dan kematangan bertindak hanya mungkin diraih oleh orang-orang yang punya ketekunan dan mau berproses untuk bisa menjadi tekun. Tingkat ketekunan adalah ukuran yang bisa dipercaya untuk menilai seseorang.

Bisa jadi saat ini kita pandai, kaya, punya kedudukan yang tinggi, dan hidup sempurna layaknya emas mulia. Namun, adakah semua itu berharga bila ulir-ulir hati kita kasar dan kusam? Adakah itu mulia, jika lekuk-lekuk kalbu kita koyak dan penuh dengan tonjolan-tonjolan kedengkian? Adakah itu semua punya harga jika pokok-pokok simpul jiwa yang kita punya tak dipenuhi dengan simpul-simpul ikhlas dan perangai nan luhur?

Teman, mari kita asah kalbu dan hati kita agar bersinar mulia. Mari kita bentuk ulir dan leku-lekuk jiwa kita dengan ketekunan agar menampilkan cahaya-Nya. Susunlah simpul-simpul itu dengan jalinan keluhuran budi dan perilaku. Tempalah dengan kesungguhan diri agar hati kita tidak keras dan menjadi lembut, luwes, serta mampu memenuhi hati orang lain. Percayalah, ada imbalan untuk semua itu. Amin.

~ TIADA KEMULIAAN TANPA ISLAM ~

Umar bin Khaththab semoga Allah meridloinya mengatakan: "Kita adalah umat yang telah Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berikan kemuliaan dengan Islam, maka bagaimanapun cara kita mencari kemuliaan tanpa Islam maka Allah akan tetap menjadikannya sebagai kehinaan."

Kapan Umar mengatakan ungkapan ini ? Kapan Umar menyusun perkataan ini ?

Umar mengatakan ini pada moment yang agung dan pada satu periode yang mulia dalam Islam. Beliau mengatakan ini ketika beliau berangkat untuk membuka Baitul Maqdis, untuk mengambil kunci-kunci Baitul maqdis yang telah kita abaikan karena kita mengabaikan Islam.

Umar berangkat ke sana untuk mengambil kunci-kunci Baitul Maqdis. Kemudian orang-orang Nashara mendengar kedatangan Umar yang namanya telah menguncang dunia, yang jika nama Umar disebut di majlis Kisra dan Kaisar, maka kedua raja ini hampir pingsan mendengarnya, karena takut.

Umar yang tidur di pelepah kurma, tetapi hati para taghut yang berada di atas singgasana ketakutan.

Umar yang hanya makan gandum, tetapi para bangsawan yang memiliki emas dan perak gemetar jika melihatnya.

Umar yang jika berjalan di suatu jalan, maka syetan akan memilih jalan lain.

Umar yang sudah dikenal dikalangan muslimin Melayu, India, Iraq, Sudan, Andalus, dan akan dikenal dunia.

Ketika orang-orang Nashara mendengar Umar akan datang untuk mengambil kunci-kunci Baitul Maqdis, mereka keluar dengan jumlah yang sangat besar. Para wanita keluar di atap-atap rumah, anak-anak keluar di berbagai jalan dan gang.

Sedangkan pasukan kaum muslimin yang dipimpin oleh tiga panglima, mereka kaluar dalam konvoi pasukan yang belum pernah didengar dunia.

Bagaimana pengawal yang mengiringi Umar yang akan mengambil kunci-kunci Baitul Maqdis ?

Tidak ada iring-iringan yang mengawal ! Orang-orang mengira beliau akan datang dengan para pembesar shahabat, para pembesar Anshar dan Muhajirin dari para ulama dan orang-orang shalehnya, tetapi beliau datang hanya dengan mengendarai satu unta dan ditemani seorang pembantunya. Kadang Umar yang menuntun unta dan pembantunya naik dan kadang Umar yang naik unta dan pembantunya yang menuntun !

Ketika mendekati Baitul Maqdis, para pejabat muslimin bertanya-tanya: "Siapa itu ? Mungkin salah saeorang tentara yang memberi tahu kedatangan Amirul Mukminin.

Ketika pasukan itu mendekat, ternyata orang tersebut adalah Umar bin Khaththab ! Ketika beliau sampai di Baitul Maqdis, tiba giliran beliau menuntun unta dan pembantunya yang berada di atas unta.

Amr bin Ash mengatakan: "Wahai Amirul Mukminin, orang-orang mennati kehadiran anda, penghuni dunia keluar untuk menyambut kehadiran anda dan orang-orang mendengar tentang anda tetapi anda datang dengan penampilan seperti ini ?"

Kemudian Umar mengatakan perkataannya yang sangat terkenal, yang tetap diingat sepanjang masa: "Kita adalah umat yang telah Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berikan kemuliaan dengan Islam, maka bagaimanapun juga jika kita mencari kejayaan dengan yang lain, maka Allah akan memberikan kehinaan kepada kita."

Kita membangun peradaban kita dari nol dengan satu modal; Laa ilaaha illallaah.

Pasukan Umar bin Khaththab keluar dengan 30.000 orang yang bertauhid. Setiap orang yang bertauhid sama dengan 3 juta tentara dunia sekarang. Mereka keluar untuk berperang melawan Persia, berperang untuk melawan Kisra yang kafir dan sesat. Ketika mereka tiba di Qadisiyah, Kisra ingin melakukan perundingan dengan Umar karena takut mati. Maka ia mengutus Hurmuzan -salah seorang mentrinya- untuk mendatangi Madinah Nabawiyah kota Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk duduk bersama Umar Al Faruq di meja perundingan.

Utusan tersebut keluar dengan rombongan yang besar untuk menemui Umar, dengan hati yang hampir robek karena takut…Mengapa? Karena dia ragu-ragu. Bagaimana ia akan bicara dengan Umar bin Khaththab ? Apakah ia akan berbicara secara langsung atau melalui perantara ?Apakah ia akan duduk bersama di atas tanah ? Apakah ia dapat melihat Umar secara langsung tanpa alat dan pengeras suara ?

Maka ia memakai perhiasan, sutra, emas dan perak. Ia menembus jalan dari Iraq menuju Madinah.

Ketika ia masuk Madinah, ia bertanya: "Dimana istana Khalifah Umar ?"
Para shahabat mengatakan: "Umar tidak punya istana."

Ia bertanya: "Bagaimana ia memimpin kalian ?"
Mereka berkata: "Beliau memimpin kami di atas tanah."

Ia bertanya: "Di mana rumahnya ? Apakah rumahnya memiliki keistimewaan ?"
Mereka menjawab: " Rumahnya seperti rumah kita."

Ia berkata: "Tolong tunjukkan pada saya rumahnya."
Mereka berangkat dan berjalan di gang-gang kota Madinah yang sempit, sampai mereka sampai di sebuah rumah yang kecil miskin yang hanya dibangun dari tanah biasa.

Ia bertanya: "Apakah ini rumahnya ?"
Mereka mengatakan: "Ya"
Ia bertambah takut dan gemetar, ia bertanya: "Apakah ini rumahnya ?"
Mereka mengatakan: "Kita akan tanya keluarganya"

Kemudian mereka mengetuk pintu rumah. Putranya keluar, mereka bertanya: "Apakah Amirul Mukminin ada di rumah ?"
Beliau menjawab: "Beliau sedang tidak di rumah, silahkan anda cari di masjid "

Kantor, istana dan tempat duduknya di masjid.
Utusan ini segera berangkat ke masjid. Anak-anak berjalan dibelakang utusan Beberapa wanita melihat dari atap rumah dan dari balik pintu, untuk melihat orang yang datang dengan sutra dan emas yang bersinar karena pantulan sinar matahari.

Utusan tersebut mencari Umar. Mereka pergi dan memasuki masjid, mengamati orang-orang yang tidur -karena beliau tidur di masjid- maka mereka tidak menemukan. Mereka mengatakan: "Kita cari di tempat lain. Maka mereka mencari lagi.

Mereka mendatangi sebuah pohon di luar kota Madinah, ternyata beliau berada di situ. Beliau tertidur di di bawah pohon.

Utusan Persia ini tercengang dan semakin takut.
Mereka membangunkan Umar. Ketika beliau bangun, beliau bertanya: "Siapa ini ?"
Mereka mengatakan: "Ini adalah Hurmuzan dan rombongannya, datang untuk berunding dengan anda, wahai Amirul Mukminin."

Orang Persia tersebut berkata: "Anda telah berhukum dengan adil sehingga anda merasa aman dan bisa tidur."

Jadi kita adalah umat yang telah Allah berikan kejayaan dengan Islam, maka jika kita mencari kejayaan dengan selain Islam, Allah akan memberikan kehinaan kepada kita.

Pada saat kita mencari kejayaan dengan pakaian dan penampilan, bukan dengan agama, maka Allah akan memberikan kehinaan kepada kita.

Pada saat kita merasa bangga dengan rumah dan istana, maka Allah akan memberikan kehinaan kepada kita.

Pada saat kita merasa bangga dengan berbagai kendaraan, kakayaan dam makanan dan merasa bangga dengan Islam maka Allah akan memberikan kehinaan kepada kita. Karena kita adalah umat yang telah Allah berikan kejayaan dengan Islam, maka kalau kita mencari kemuliaan dengan selain Islam Allah akan memberikan kehinaan kepada kita.

Mengapa kita tidak merasa bangga, wahai para pemuda dan orang tua, mengapa kita tidak merasa bangga dengan Islam ?

Ya… ada ditengah-tengah kita, orang yang tidak ingin masuk lebih dalam pada agama. Dia ingin Islam yang biasa-biasa saja, shalat dan puasa saja.

Sedankan dakwah dan istiqamah adalah sesuatu yang dia tidak inginkan.
Mengapa ?

Karena zionisme internasional telah menamakan para da'i dengan istilah fundamentalis dan berbagai istilah menakutkan lainnya…maka orang-orang yang kurang wawasan, sedikit pengetahuan dan lemah mental (imannya) merasa berat jika dikatakan seperti itu.

Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa membagi manusia menjadi dua bagian, Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman, yang artinya :

"Maka apakah patut kami menjadikan orang-orang islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir) ? Mengapa kamu (berbuat demikian) bagaimanakah kamu mengambil keputusan" (QS Al Qalam: 35-36)

Pilihannya hanya satu dari dua, muslim atau mujrim (orang yang berbuat dosa)… orang yang baik atau jelek… sesat atau dapat petunjuk… shaleh atau merusak… taat atau ma'siyat. Tidak ada pilihan ketiga.

"Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi ? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertaqwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat ?" (QS Shaad ayat 28)

Saran kita bagi setiap orang biasa yang ingin hidup biasa dalam Islam agar bergabung dengan para wali Allah, orang-orang pilihan, orang-orang yang istiqamah, karena agamawan dalam Islam tidak sama dengan agamawan dalam Nashrani.. tidak..pilihan kita hanya satu, menjadi orang yang istiqamah sukses bahagian atau sesat bodoh dan gagal dalam hidup.

Dalam agama kita hanya ada satu pilihan, menjadi orang yang baik , bertaqwa, wara' dan menghadapkan diri kepada Allah atau menjadi orang yang celaka, lalai, sesat yang akan dikembalikan ke neraka yang menyala-nyala.

Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:

"Demikianlah Kami (Allah) jadikan kalian umat wasath (pertengahan). Betapa indah ungkapan wasath (pertengahan). Apa yang dimaksud dengan wasath ? Banyak dari para ahli tafsir yang mengatakan bahwa maksudnya adalah umat pilihan. Sebagian yang lain mengatakan maksudnya: pertengahan dalam segala sesuatu." (QS Al Baqarah 143)

Kedua makna ini benar. Alhamdulillah kita ini umat Islam memiliki aqidah pertengahan. Kita tidak hidup tanpa aqidah seperti orang-orang yang tidak punya pegangan. Kita tidak hidup dengan hati kosong, jiwa kosong, tetapi kita punya aqidah. Namun kita juga bukan yang berlebihan dalam beribadah sampai-sampai menyembah segala sesuatu, menyembah batu, pohon, bintang, bulan, sapi, harta, pakaian…tidak… tetapi kita beribadah kepada Dzat yang memang berhak dijadikan tujuan ibadah.

"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu"
(QS Muhammad 19)

Tuesday, November 9, 2010

~ KETIKA MUSIBAH TAK KUNJUNG REDA ~

“Dan Sungguh akan Kami berikan cobaan kepada mu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekuranga harta dan buah-buahan. Dan berikan berita gembira kepada orang-orang yang sabar,yaitu orang-orang yang jika ditimpa suatu musibah mereka bereka,”Sesungguhnya kita ini milki Allah dan kepada-Nyalah kita kembali”, ”merekalah orang-orang yang mendapat salam kesejahteraan dan rahmat dari Rabb mereka.Dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Qs. Al-Baqarah [2]: 155-157).


Subhanallah, maha suci Allah yang telah menciptakan kita dari tidak ada menjadi ada, alangkah beruntungnya jika kita diberi kekuatan oleh Allah untuk mampu besikap sabar. Kita memahami, bahwa tak ada seorang manusia pun yang tidak disentuh musibah. Hidup di tengah terpaan gelombang penderitaan memang sangat menyakitkan, hidup yang tak henti didera kemalangan memang sangat tak mengenakan dan hidup yang selalu diwarnai cobaan teramat sangat memilukan. Tapi sadarilah kita tak akan menjadi jauh lebih baik ketika membiarkan kita hanyut oleh terpaan badai cobaan.

Sahabat, watak kehidupan memang tak pernah kita ketahui karena itu adalah mutlak hak Allah yang menghendaki. Ada saat dimana kebahagiaan selalu berpihak kepada kita, tetapi pada saat yang lain penderitaan pun begitu akrab menemani kehidupan. kita harus menyadari bahwa kehidupan, ia memang tidak akan memberi sesuatu kepada kita kecuali untuk mengambil sesuatu dari kita. Dan ia mengambil sesuatu kepada kita untuk kita bayar dengan seimbang. Maka jangan heran, jika keinginan-keinginan kita tidak tercapai kecuali harus melewai onak dan duri, seakan dunia ini menguji kita dengan beragaman perjuangan dan pergulatan untuk mendorong kita agar mampu menghadapi dan mengalahkannya. Bila kita telaah dengan dalam, sesungguhnya hidup ini tak lain dari perputaran antara kebahagiaan dan kesedihan, ada suka dan duka yang kita rasakan, ada lapang dan sempit dalam kehidupan.

Membiasakan diri untuk bersabar menghadapi ujian dengan beragam tantangan sangat membutuhkan tekad yang kuat dan mental yang mantap. Menyerah terhadap semua itu tidak akan membuahkan apa-apa selain kehinaan. Hanyut dalam kenestafaan hanya akan menyiksa keadaan dan membiarkan diri terpuruk dalam keputusasaan hanya akan membuka peluang kesedihan. Setiap kita suka atau tidak suka harus mampu menghadapi apa jua pesoalan yang tidak kita sukai, karena sejauh apapun kita berlari untuk sembunyi, semua itu tidak akan merubah ketatapan Ilahi.

Yakinlah, bahwa langit tak selamanya mendung, awan kelabu pasti berlalu. Rasulullah seakan menghibur kita dengan sabdanya: “Sesungguhnya orang beriman selalu berada pada dua keadaan. Jika dia mendapat nikmat maka dia bersyukur, Dan jika ia mendapat musibah maka ia bersabar dan ridha terhadap ketetapan Allah”.


Renungkanlah para bijak bertutur; Bahwa kebahagiaan di dunia laksana mimpi dalam tidur atau bagaikan bayangan yang pasti akan hilang. Jika kehidupan ini membuat kita tertawa sejenak, maka suatu saat kehidupan akan membuat kita menangis. Kenikmatan sekejap akan datang kedukaan yang panjang. Mungkin kita pernah merasa terpukul ketika anak, istri, suami dan orang yang sangat kita cintai dipanggil Allah. Atau mungkin kebaikan diri tak berpihak kepada kita. Mereka adalah amanah yang Allah titipkan dan pinjamkan kepada kita. bukankan ketika kita meminjam sesuatu dari sesorang, kita tidak boleh merasa berat untuk mengembalikannya, karena memang pemiliknya sangat berhak mengambil barang yang kita pinjam. Begitupun mereka orang-orang yang kita cintai - adalah milik Allah, tiada kuasa bagi kita menahan apa yang sudah menjadi kehendak-Nya. Marilah kita renungkan satu hal, jika Allah tidak memberi kita ketidak sempurnaan fisik maka pasti Dia melebihkan kita dalam hal yang lain. Jika kita merasa kemiskinan, kekurangan hidup, sulitnya mencari nafkah adalah musibah. Maka sesungguhnya kekayaan, kemewahan bahkan kepopuleran adalah musibah bagi orang-orang yang tidak mampu menjaganya.

YA Allah Engkau maha mengetahui segala apa pun yang terjadi pada setiap hamba. Segala apapun yang Engkau berikan pasti itulah yang terbaik menurut kehendak-Mu. Berikan kami kekuatan untuk bersabar atas segala ketetapan-Mu. Doronglah jiwa kami untuk selalu bersyukur atas segala pemberian-Mu. Ya Rabbi, Engkaulah tempat setiap makhluk kembali. Jadikanlah perjalanan hari-hari kami penuh dengan perbuatan terpuji, hadirkan kesadaran hati kami untuk selalu memperbaiki diri. Ampuni kesalahan kami yang tak pernah henti. Jauhkan dari kami segala apapun yang tidak Engkau sukaia. Mudahkanlah kami untuk mengamalkan firman-Mu yang suci. Dan pancarkan cahaya kebenaran-Mu agar kamu selalu berada dalam kebeningan hati”.

~ APA YANG SEDANG KITA CARI ? ~

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah penyerahan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka di kembalikan.”. Qs. Ali-Imran:83

Sahabat, “Sekali kita hidup dan sekali kita gagal dalam menyikapinya, maka kegagalan beruntun akan menanti sepanjang masa. Di dunia akan sengsara, sakaratul maut penuh derita, dialam kubur tersiksa, di alam mahsyar merana dan menjadi penghuni tetap didalam neraka ”. Membaca kalimat bijak itu, kita ingat kembali dengan ungkapan Imam JA’far bin Muhammad al-Shidiq, ia berkata: “Siapapun yang hari ini dan hari berikutnya sama, maka ia adalah orang yang tertipu!. Siapapun yang akhir dari dua hari yang dilewatinya buruk, maka ia adalah orang yang terkutuk!. Siapapun yang tak melihat adanya pertambahan dalam dirinya, maka ia adalah orang yang berkekurangan!. Dan siapapun yang dirinya berkekurangan,maka kematian lebih baik baginya dari pada kehidupan”.

Dua nasehat yang sarat makna itu mengingatkan kita pada kondisi kekinian, dimana kita hidup dan menjalani kehidupan. Kita saksikan betapa banyak saudara, sahabat ataupun mungkin kita sendiri yang hingga hari ini tidak tahu tentang arti hakekat dan tujuan hidup. Terlihat, perilaku manusia kebanyakan tidak nampak memperlihatkan kesadaran, tetapi justru memperlihatkan kemungkaran. Entahlah, sesungghuhnya mereka tidak tahu, atau tidak mau tahu?. Tetapi itulah potret buram yang sedang di pertontonkan makhluk yang bernama manusia. Marilah kita bertanya, sesungguhnya apa sebenarnya yang sedang kita cari?.

Mungkin kita sudah begitu lelah berjalan. Dan entah sudah berapa tempat yang kita datangi ?, sudah berapa daerah yang kita singgahi. Namun hingga hari ini kita masih terus berjalan, mencari-cari apa sesungguhnya yang kita cari. Sudahilah perburuan dunia yang memang tak pernah memberikan kepuasan. Marilah kita catat dalam hati, bahwa tujuan hidup yang sejati adalah apabila kita mencapai kemuliaan ruhani. Sebab keutamaan ruhani adalah sesuatu yang sangat berharga yang dapat diraih manusia. Orang yang mempertahankan jiwa dalam khasanah ruhani dan memposisikan dunia hanya sebagai persinggahan dan tempat mengumpulkan bekal, mereka akan memperoleh kepuasan dalam perjalanan hari-harinya. Dan mereka tidak mau menukar kekayaan ruhani dengan keuntungan materi sebanyak apapun. Kesadaran ruhani yang paling dalam adalah kesadaran bahwa hidup adalah kesementaraan yang harus dilakukan dengan tanggung jawab. Dalam dirinya tertanam keyakinan bahwa dunia ini akan berakhir, dan hanya orang-orang yang bertanggung jawab untuk menunaikan amanahnya yang akan memperoleh kemenangan. Sebab hidup bagi mereka adalah bukan semata menuruti selera hawa nafsu, mengejar karier, menumpuk-numpuk harta kekayaan atau mengejar pangkat dan jabatan.

Menarik apa yang di ungkapkan oleh syekh Ahmad Athaillah ketika berbicara tentang hidup. Beliau katakan; ada dua kedudukan manusia dalam mengarungi hidup ini, ialah sebagai ‘abid kepada ma’bud-nya, gelarnya adalah ‘abdullah (hamba Allah). Dan sebagai sesama hamba Allah dengan tugas menyelamatkan pemberian Allah dari kerusakan dan kemusnahan, gelarnya adalah khalifatullah. Dalam arti lain, tugasnya menunaikan kewajiban terhadap Allah, memuja dan mengingati-Nya. tetapi juga ia harus menjalankan kehidupan peribadinya dengan keluarga, dan masyarakat sekelilingnya. Jika kedua tugas ini dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan ketentuan dan peraturan Allah, maka keberadaan manusia diciptakan bukan saja mendapatkan kemuliaan tetapi juga sesuai dengan tujuan ia di ciptakan. Itulah dua posisi hidup manusia, yaitu sebagai hamba Allah dan sebagai khalifatullah. Dua posisi ini semakin memperjelas tentang siapa dan untuk apa kita hidup. Dan sekaligus memperjelas apa yang sedang kita cari dalam hidup?.

Sebagai hamba Allah yang meyakini bahwa kehidupan ini ada dalam genggaman-Nya dan menyadari bahwa setiap gerak akan di pertanggungjawabkan kepada-Nya. Maka konsep tujuan hidup yang mengakar dalam dirinya adalah menggapai keridhan Allah melalui penghambaannya yang secara sadar dan ikhlas di lakukan. Karena itulah bagi setiap muslim hidup bukan hanya sebatas ada di dunia, tetapi selalu berusaha memberikan makna tentang keberadaannya itu. Hidup yang bermakna tidak diukur dari seberapa lama kita hidup, tetapi diukur dari seberapa efektifkah kita mampu memanfaatkan hidup. Pencarian kita tentang makna hidup bukan didasari pada kepentingan-kepentingan materi semata, tetapi harus didasari akan tanggung jawab kita sebagai hamba yang setiap geraknya selalu terukur pada ketentuan Allah. Dengan konsep hidup yang seperti ini kita akan mengetahui, apa sesungguhnya yang sedang kita cari?. Tiada lain hanyalah menggapai ridha Ilahi untuk kebahagiaan hakiki

Saturday, November 6, 2010

~ RACUN YANG MENGOTORI QALBU ~

“Dan Dia menundukan untukmu apa yang di langit dan di bumi semuanya, sebagai rahmat dari-Nya. Pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir”. (Qs. Al-Jatsyiah [45] : 13 ).

Syaikh Amin Muhammad Jamal pernah mengungkapkan; keselamatan hati tidak akan sempurna sebelum terhindar dari lima lima hal, yaitu:syirik yang menodai Tauhid, bid’ah yang menyalahi sunnah, nafsu syahwat yang melanggar perintah, dari ambisi yang mengotori keikhlasan dan lalai yang menodai Dzikrullah.

A. Syirik yang menodai Tauhid. Bila penghayatan seseorang tentang tauhid sudah baik, maka kesadaran akan tugas dan kewajiban sebagai hamba akan muncul dengan sendirinya. Karena alam pikiran yang dilandasi oleh aqidah tauhid akan menimbulkan semangat keimanan, dan iman adalah cermin dari sehatnya qalbu. keyakinan akan adanya Allah, semua yang di dunia ini adalah milik-Nya dan akan kembali kepada-Nya,akan membuat qalbu terbentengi dari kotoran syirik. Tauhid tidak akan terealisasi dengan baik, jika ke-syirik-an masih melekat dalam qalbu. Qalbu tidak akan dapat dijernihkan bila syirik (menyekutukan Allah) masih bersemayam didalamnya.

B. Bid’ah yang menyalahi sunnah. Salah satu tugas qalbu adalah menjernihkan prilaku ibadah yang hanya di contohkan oleh Rasulullah Sallahu 'Alaihi Wasallam. Sebab sebanyak apapun ibadah jika tak sesuai aturan, tidak akan menambah kebaikan. Kebenaran ibadah adalah pangkal kemurnian aqidah, kemurnian aqidah adalah ibadah yang di inginkan sunnah. itulah pantulan cahaya qalbu yang jenih.

C. Nafsu syahwat yang melanggar perintah. Al-Qur’an menggunakan term syahwat untuk beberapa arti, pertama; dalam kaitannya dengan fikiran-fikiran tertentu. Yakni fikiran-fikiran orang karena mengikuti hawa nafsu ( Qs.4:27 ), kedua; dihubungkan degan keinginan manusia terhadap kelezatan dan kesenangan (Qs.7:81 ), dan ketiga; berhubungan dengan prilaku seks menyimpang (Qs.7:81,27:55).Ketiga prilaku ini adalah kecenderungan yang mendorong seseorang melanggar aturan dan perintah. Jikahati telah di kuasaidengan prilaku ini, maka cahaya kebenaran tak lagi nampak ke permukaan. Karena syahwat lebih cenderung kepada perilaku kejahatan.

D. Ambisi (keinginan) yang mengotori keikhlasan. Harta dan kehormatan adalah dua keadaan yang sering mendorong seseorang untuk meraihnya. Ambisi mengeja dua keinginan ini seringkali dilakukan dengan berbagai cara. Dan sesungguhnya semua itu lahir dari ketidakpuasan terhadap apa yang sudah dimilikinya. Jika kedua ini telah menyelimuti hati, maka sulit sekali untuk membersihkannya, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah.

E. Lalai Yang menodai Dzikir. Dzikir adalah obat bagi kerasnya hati. Tetapi bagi hati yang lalai tak ada tempat untuk melakukannya. Karena syubhat dan syahwat telah mengendalikan dirinya, sehingga hati begitu sulit mengingat-Nya. Ibnu taimiyah menngungkapkan, Dzikir bagi hati adalah ibarat air bagi ikan. Apa jadinya bila ikan
dikeluarkan dari air.

Tidak ada musibah yang paling dahsyat yang dirasakan oleh menusia selain ketika hatinya sudah tidak lagi berpihak kepada kebenaran, sebab itu bukan hanya menyengsarakan kehidupan dunia tetapi menyebabkan keterpurukan di akhirat. Dan yang berbahaya lagi adalah bahwa rusaknya qalbu kita akan menjauhkan diri kita kepada Allah.Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya; Al-Fawaid,mengungkapkan beberapa hal yang mampu menjauhkan qalbu dari Allah,. Di antaranya adalah:

1. Pintu syubhat, yang selalu mewariskan keragu-raguan tentang agama Allah. Inilah pintu yang dapat memalingkan keyakinan(I’tikad). Dan syubhat adalah perkara atau keadaan yang tidak jelas haq dan bathilnya, halal dan haramnya.

2. Pintu syahwat, yang selalu mewariskan tradisi mendahulukan hawa nafsu dari pada taat dan ridha-Nya. inilah pintu yang memalingkan organ badan (jawarih). Syahwat adalah keinginan yang timbul dari jiwa hewani yang sering bertentangan dengan hukum suci (fitrah kebenaran).

3. Pintu amarah, yang selalu mewariskan permusuhan diantara makhluk Allah. Inilah Pintu yang dapat memalingkan tabiat. Kemarahan akan menghilangkan kebijakan seseorang dalam bertindak dan berucap, memhilangkan konsentrasi. Kebenaran dalam pandangan orang yang marah bisa berubah menjadi kebathilan.

Dari ketiga pintu inilah, seluruh dosa dan kemasiatan datang mengotori hati dan menghambat pertumbuhannya. Syubhat telah membuat kita memiliki ketergantungan kepada selain Allah, yang akhirnya mendorong diri kita menjadi menyekutukan Allah serta memohon kepada selain Allah. Syahwat telah mendominasi hati, baginya yang penting memenuhi keinginan hawa nafsu. Hawa nafsu telah menjadi pemimpin dan pengendali baginya.

~ Kisah Seekor Kupu-Kupu ~

… Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,(QS. Ali Imran : 140)

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS. Al-Baqarah : 153)

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan(QS. Alam Nasyrah : 5-6)

Adversis major, par secundis
“Dibalik kemalangan akan muncul kemakmuran”

Nemo Sine cruce beatus
“Tak ada kebahagiaan tanpa rintangan”

Seseorang menemukan kepompong seekor kupu. Suatu hari lubang kecil muncul.
Dia duduk mengamati dalam beberapa jam calon kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu.

Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya. Dia mengambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu.Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap-sayap mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap- sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan berkembang seiring dengan berjalannya waktu.


Semuanya tak pernah terjadi.

Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut.

Dia tidak pernah bisa terbang.

Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Allah SWT untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.

Kadang-kadang perjuangan adalah suatu yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Allah SWT membiarkan kita hidup tanpa hambatan perjuangan, itu mungkin justru akan melumpuhkan kita.

Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya yang dibutuhkan untuk menopang cita-cita dan harapan yang kita mintakan. Kita mungkin tidak akan pernah dapat “Terbang”.
Sesungguhnya Allah SWT itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kita memohon Kekuatan…

Dan Allah SWT memberi kita kesulitan-kesulitan untuk membuat kita tegar.

Kita memohon kebijakan…Dan Allah SWT memberi kita Berbagai persoalan Hidup untuk diselesaikan agar kita bertambah bijaksana.


Kita memohon kemakmuran…
Dan Allah SWT memberi kita Otak dan Tenaga untuk dipergunakan sepenuhnya dalam mencapai kemakmuran.


Kita memohon Keteguhan Hati…Dan Allah SWT memberi Bencana dan Bahaya untuk diatasi.


Kita memohon Cinta…Dan Allah SWT memberi kita orang-orang bermasalah untuk diselamatkan dan dicintai.


Kita Memohon kemurahan/kebaikan hati. Dan Allah SWT memberi kita kesempatan-kesempatan yang silih berganti.


Begitulah cara Allah SWT membimbing Kita.

Apakah jika saya tidak memperoleh yang saya inginkan, berarti bahwa saya tidak mendapatkan segala yang saya butuhkan?


Kadang Allah SWT tidak memberikan yang kita minta, tapi dengan pasti Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita, kebanyakan kita tidak mengerti mengenal, bahkan tidak mau menerima rencana Allah SWT, padahal justru itulah yang terbaik untuk kita.


Tetaplah berjuang…berusaha…dan berserah diri…

Jika itu yang terbaik maka pasti Allah SWT akan memberikannya untuk kita.

Thursday, November 4, 2010

~ Tanya Jawab tentang Manhaj bersama Asy Syaikh Shalih Al Fauzan ~

Oleh: Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

1. S: Sekarang ini banyak sekali jama’ah (kelompok) dengan beraneka ragam nama, apakah dasar penamaan ini? Bolehkah bergabung dengan mereka jika terbebas dari bid’ah?

J: Rasulullah telah mengabarkan dan menjelaskan apa yang harus kita perbuat, tidak ada satu perkarapun yang bisa mendekatkan ummatnya kepada Allah kecuali telah beliau jelaskan dan tidak ada satu perkarapun yang bisa menjauhkan ummatnya dari Allah kecuali telah beliau jelaskan pula. Di antara masalah yang beliau jelaskan adalah apa yang dipertanyakan sekarang ini.

Rasulullah pernah bersabda: “Sesungguhnya barangsiapa yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak.” -apakah obat penyakit ini- beliau bersabda: “Wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin setelahku, peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham kalian, hati-hati kalian dari perkara yang diada-adakan karena semua perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat.”

Kelompok yang ada sekarang ini jika sesuai dengan petunjuk Rasulullah dan para shahabatnya khususnya khulafaur rasyidin dan masa yang utama maka kita harus bersama mereka, menisbatkan diri dan beramal dengan mereka. Dan semua kelompok yang menyelisihi petunjuk Rasulullah maka kita harus menjauhinya walaupun mereka menamakan dirinya dengan nama “ahlus sunnah wal jama’ah” karena yang dinilai bukanlah namanya akan tetapi hakikatnya, adapun namanya kadang besar akan tetapi hakikatnya kosong bahkan batil.

Rasulullah bersabda: “Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, Nashara terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan dan ummatku ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Para shahabat bertanya: “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu orang-orang yang berpegang dengan sunnahku dan sunnah para sahabatku.”

Inilah jalan yang sangat jelas… Jamaah (kelompok) yang mempunyai ciri seperti dalam hadits ini harus kita ikuti, yaitu yang berjalan di atas sunnah Rasulullah dan para sahabatnya, “merekalah golongan yang selamat”. Adapun jamaah yang menyalahi manhaj (jalan) ini dan berjalan di atas manhaj yang lain bukanlah kelompok kita, dan kitapun tidak termasuk golongan mereka, kita tidak akan menisbatkan diri kepada jamaah tersebut.

2. S: Apa pendapatmu tentang jamaah-jamaah yang ada, sebagai hukum ‘Amm (Dasar)?

J: Semua jamaah yang menyelisihi Ahlus sunnah adalah salah, bagi kami tidak ada jamaah kecuali satu yaitu (Ahlus sunnah wal jamaah), maka semua jamaah yang menyelisihi Ahlus sunnah berarti kelompok tersebut menyelisihi manhaj Rasulullah. Kita katakan: “Semua yang menyelisihi Ahlus sunnah adalah ahlul ahwa (ahlul bid’ah) adapun hukumnya dalam kekafiran dan kesesatannya berbeda-beda sesuai dengan besar kecil dan jauh dekatnya perselisihan tersebut.

3. S: Apakah orang yang bergabung dengan kelompok yang ada sekarang ini dianggap sebagai ahlul bid’ah?

J: Sesuai dengan kelompok yang diikutinya… kalau kelompok tersebut menyelisihi Al Qur`an dan As Sunnah maka orang yang bergabung di dalamnya dianggap mubtadi’ (ahlul bid’ah).

4. S: Mana yang lebih keras siksanya orang yang berbuat maksiat atau ahlul bid’ah?

J: Mubtadi’ lebih keras adzabnya, karena bid’ah lebih berbahaya daripada maksiat, bid’ah lebih dicintai syaithan daripada maksiat, karena orang yang berbuat maksiat kadang bertaubat, adapun mubtadi’ jarang sekali kita temukan mereka bertaubat, karena dia menyangka bahwa dirinya di atas kebenaran, berbeda dengan orang yang berbuat maksiat. Adapun mubtadi’ dia menyangka kalau dirinya adalah orang yang taat dan tengah berada di atas ketaatan, karena itulah maka bid’ah -wal ‘iyadzubillah- lebih jelek dari maksiat, oleh karena itu pula salafus shalih mentahdzir (memperingatkan) dan melarang duduk dengan ahlul bid’ah, karena mereka bisa mempengaruhi teman duduknya dan bahaya mereka sangat besar. Oleh karena itulah tidak diragukan lagi bahwa bid’ah lebih jelek dari maksiat, dan bahaya ahlul bid’ah lebih besar atas manusia daripada bahayanya orang berbuat maksiat.

5. S: Apakah boleh kita bergaul dengan kelompok-kelompok tersebut atau harus mengisolir mereka?

J: Jika tujuan bergaul dengan mereka itu adalah untuk mendakwahi mereka, agar mereka berpegang dengan sunnah serta meninggalkan kebiasaannya yang jelek maka ini diperbolehkan, dan termasuk dakwah ke jalan Allah. Adapun jika tujuan berbaur hanya semata ingin bergaul dan bersahabat tanpa mau mendakwahinya maka ini tidak diperbolehkan… Seseorang tidak boleh berbaur dengan orang-orang yang menyelisihi kecuali dalam bentuk yang ada faidahnya, yakni mendakwahi mereka kepada Islam yang benar dan menerangkan al haq kepada mereka dengan harapan mereka kembali kepada Al Haq.

6. S: Apakah ada jeleknya mentahdzir kelompok yang menyelisihi Ahlus sunnah wal jamaah?

J: Kita mentahdzir mereka, dan kita katakan: “Kami akan melazimi jalannya Ahlus sunnah wal jamaah serta meninggalkan orang-orang yang menyelisihi Ahlus sunnah wal jamaah, baik penyelisihannya sedikit ataupun besar, karena kalau kita menganggap remeh orang yang menyelisihi sunnah, mungkin urusannya akan semakin berkembang dan menjadi besar. Tidak diperbolehkan menyelisihi ahlus sunnah selamanya. Wajib mengikuti jalannya Ahlus sunnah wal jamaah baik dalam masalah besar ataupun kecil.

7. S: Apakah ketika mentahdzir harus menyebutkan kebaikan mereka?

J: Jika engkau sebutkan kebaikan mereka maknanya engkau berdakwah untuk membela mereka, jangan… jangan kau sebutkan kebaikan mereka, sebutkan kesalahan yang mereka lakukan saja, karena engkau tidak dibebani menjaga nama baik mereka, akan tetapi engkau bertanggung jawab menjelaskan kesalahan yang mereka lakukan, dengan harapan mereka bertaubat dari perbuatannya, dan memperingatkan orang lain dari kejahatannya.

8. S: Jamaah Tabligh -sebagai contoh- berkata: “Kami ingin berjalan di atas manhaj Ahlus sunnah wal jamaah”, akan tetapi ternyata sebagian mereka melakukan kesalahan, kemudian mereka berkata: “Mengapa kalian menghukumi dan mentahdzir kami?”

J: Telah banyak orang yang pernah ikut pergi bersama mereka dan mempelajari ajaran mereka, kemudian menulis tentang mereka dengan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam tubuh jamaah tabligh. Kalian harus membaca buku-buku tersebut. Adapun hakikat Jamaah Tabligh banyak ditulis dalam kitab… lihatlah! Nanti kalian akan mengetahuinya, penulisnya adalah orang-orang yang pernah pergi safar dan bergaul dengan mereka, sehingga menulisnya dengan pengetahuan dan di atas kejelasan.

9. S: Apakah kelompok-kelompok yang ada sekarang ini termasuk tujuh puluh dua golongan yang akan masuk neraka?

J: Semua kelompok yang menyelisihi Ahlus sunnah wal jamaah masuk ke dalam tujuh puluh dua golongan, hingga hal ini merupakan celaan dan hukuman sesuai kadar penyelisihan mereka.

10. S: Apakah orang yang menamakan dirinya salafi dianggap hizbiyah?

J: Menamakan diri dengan salafiyah jika secara hakiki tidak mengapa, tapi kalau hanya sekedar akuan semata, tidak boleh dilakukan…, tidak boleh menamakan diri salafiyah kalau tidak berada di atas manhaj salaf. Misalnya Asy’ariyah, mereka berkata: “Kami adalah ahlus sunnah wal jamaah”, sebetulnya pernyataan ini tidak boleh diucapkan oleh mereka, karena yang mereka jalani bukanlah manhaj Ahlus sunnah wal jamaah demikian pula halnya firqah-firqah yang lainnya.

Semua orang mengaku sebagai kekasih Laila, padahal Laila tidak menganggap mereka sebagai kekasih.

Orang yang mengaku dirinya Ahlus sunnah wal jamaah akan mencari ahlus sunnah dan meninggalkan orang-orang yang menyelisihi mereka, adapun kalau dia ingin mencampur antara (Dhab dan nun) -begitu perkataan mereka- menggabungkan antara binatang darat dan binatang laut, tidak mungkin bisa dilakukan, atau menggabungkan air dan api dalam satu telapak tangan. Kesimpulannya: wajib membedakan dan membersihkan perkara-perkara di atas.

11. S: Apa pendapatmu terhadap orang yang berkata: Permusuhan kita dengan Yahudi bukan karena agama, karena Al Qur`an menganjurkan untuk berbaris dan berteman dengan mereka?[1]

J: Ini adalah perkataan keliru dan menyesatkan, Yahudi adalah kaum yang kafir, Allah telah mengkafirkan dan melaknat mereka, Rasulullahpun mengkafirkan dan melaknat mereka.

Allah berfirman: “Orang-orang kafir Bani Israil dilaknat…” (Al Maidah: 78). Rasulullah bersabda: “Allah melaknat Yahudi dan Nashara.” (HR Bukhari Muslim).

——————————————————
[1] Ini adalah ucapan Hasan Albanna pendiri Firqah Ikhwanul Muslimin

(Sumber : Al Ajwibah Al Mufidah, edisi Indonesia “Kedudukan As Sunnah dalam Islam dan Penjelasan Sesatnya Ingkarus Sunnah”, diterjemahkan oleh Abdurahman Mubarak Ata. Pustaka Al Atsari, cetakan pertama, Juni 1998. Diambil dari http://salafy.iwebland.com/baca.php?id=25)

~ Bertepuk Tangan ? ~

diambil dari sebuah tanya jawab

Assalamualaikum..
Saya mau tanya adkah dalam islam ada diajar cara2 nak tepuk tangan bukan dalam solat ni tapi yg biasa2 tulah..sebabnya dulu2 saya ada dengar takleh tepuk tangan dengan melagakan kedua2 tangan melalui hadapan tapi kalu belakang tapak tangan dibenarkan.benarkah begitu?? ***************
Waalaikumussalam
Alhamdulillah, inilah jawapannya:
Firman Allah:

وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ
Terjemahan: Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.

Ayat di atas berkaitan dengan siulan dan tepuk tangan yang dilakukan oleh masyarakat jahiliah. Menurut Ibn Abbas, orang2 Quraisy jahiliah bertawaf dalam keadaan telanjang sambil bertepuk tangan dan bersiul. Menurut sangkaan mereka itulah ibadat.

Bertepuk tangan sebagaimana yang biasa berlaku sekarang tidak ada kaitan dengan bentuk ibadah tertentu atau untuk taqarrub kepada Allah. Mereka bertepuk tangan kerana maksud2 lain. Contoh: Mereka bertepuk tangan dalam satu majlis apabila seseorang selesai memberi ucapan. Atau bertepuk tangan apabila seseorang diberi hadiah. Atau bertepuk tangan ketika bermain dengan kanak2 krn menyatakan kegembiraan. Dsbnya.

Tepuk tangan begini tidak ada larangannya menurut syara'.

Cuma, dinasihatkan agar dapat menghindarkan diri dari bertepuk tangan di dalam majlis/keramaian yg diadakan di dalam masjid. Alasannya adalah utk melepaskan diri dari persamaan dari sudut bentuk perbuatan yg dilakukan oleh org musyrikin. Nyatakan kekaguman kita bukan dalam bentuk bertepuk tangan, tetapi hendaklah dengan bertakbir atau dengan cara yang sesuai dengan keagungan masjid.

Wallahu a'lam.
Sekian, harap bermanfaat.. Wassalam
-----------------------------------
Rujukan:
Ahsanul Kalam, Athiyah Saqr, vol. 13, hal. 359, petikan:

يقول الله تعالى عن الكفار: (وما كان صلاتهم عند البيت إلا مكاء وتصدية) [سورة الأنفال: 35] المكاء هو الصفير، والتصدية هي التصفيق كما قال ابن عمر والُسدى ومجاهد. وهناك أقوال أخرى في تفسيرهما لا داعي لذكرها، قال ابن عباس: كانت قريش تطوف بالبيت عراة، يصفقون ويصفرون، فكان ذلك عبادة في ظنهم.
من هذا يعرف أن الذين يتقربون إلى الله ويعبدونه بالتصفير والتصفيق مخطئون، وقد أشار إلى ذلك القرطبي في تفسيره، حيث حمل على الجهال من الصوفية الذين يرقصون ويصفقون، وقال: إنه منكر يتنزه عن مثله العقلاء، ويتشبه فاعله بالمشركين فيما كانوا يفعلونه عند البيت. انتهى.
لكن التصفيق المذكور في السؤال ليس عبادة، ولا يقصد به التقرب إلى الله، ليثيبهم على احترامهم لإنسان يستحق الاحترام، بل هو عرف وسلوك اختاروه ابتداء أو قلدوا فيه غيرهم ليظهروا الإعجاب بما يثير إعجابهم، وليس هناك ما يمنع ذلك شرعًا.
وإن كنا نوصي بألا يكون ذلك في الأحفال التي تقام في المساجد، تنزها عن المشاركة للمشركين في الصورة التي كانت تقع منهم في المسجد للتقرب، وليكن الإعجاب بالتكبير مثلاً أو بصيغة تتناسب وجلال المسجد، وقد روي بسند ضعيف أن النبي صلى الله عليه وسلم قال للنابغة لما أنشد شعرًا أعجبه "أحسنت يا أبا ليلى، لا يفضض الله فاك" وكذلك قال لعمه العباس لما مدحه بقصيدة شعرية "العراقي على الإحياء- كتاب آداب السماع
Kembali kepada Pesanan

Selembar Bulu Mata

Air mata takut hari pembalasan untuk tambah ilmu lebih mahal daripada isi dunia

DUA belah mata boleh menangis, tetapi hati tetap reda atas ketentuan-Nya. Demikianlah keadaan orang Mukmin yang bersedih. Tawa dan tangis, gembira dan sengsara, nikmat dan ujian semuanya adalah lumrah kehidupan.

Seseorang itu tidak mungkin hanya melalui satu episod dalam kehidupannya, sedih dan menangis untuk selama-lamanya. Semua akan datang dan pergi silih berganti, tiada yang kekal di dunia ini.

Orang beriman berada di atas batas pertengahan, tidak berlebih-lebihan mengungkapkan perasaan yang bergejolak di hati. Inilah yang disebut sebagai jiwa hamba yang zuhud. Apabila mendapat nikmat, tidak terlalu gembira dan jika diserang musibah tidak pula terlalu bersedih. Semua dikembalikan kepada ketentuan Allah semata-mata.

Menangis adalah suatu ungkapan perasaan normal pada diri manusia. Biasanya manusia menangis atas sebab tertentu. Mungkin berduka kerana sudah kembali kepada Allah seseorang yang mereka kasihi. Kerana rindu yang menyeksa kepada orang disayangi.

Begitu juga orang akan menangis apabila menahan sakit, tidak kira sakit kerana dilukai perasaannya ataupun sakit pada zahir tubuh badannya. Orang akan menangis apabila kehilangan harta, diseksa dan dizalimi, diusir atau dihina peribadinya dan dimalukan di khalayak ramai.

Menurut al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, tangisan boleh diperincikan menjadi 10 jenis mengikut pelbagai maksud dan tujuan. Tangisan kasih sayang, ketakutan, gembira, kegundahan, cinta dan rindu, kesedihan, tidak berdaya, kemunafikan, orang upahan dan tangisan ikut-ikutan.

Satu tangisan yang istimewa dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-Nya. Tangisan ini tidak bersifat melemahkan semangat, bahkan ia boleh menghidupkan jiwa yang sudah lama mati. Ia tidak mendatangkan rasa putus asa dan kesakitan, bahkan air mata ibarat gelombang membangkitkan rasa optimis, kecekalan dan azam bergelora.

Tangisan itu membawa satu janji untuk hidup lebih bererti dan ia mampu mencelikkan pandangan mata hati meneroka alam lebih jauh lagi. Alam ghaib tidak nampak di mata kasar, hanya hati yang beriman boleh merasai kebenarannya. Tangisan itu dianugerahkan kepada Nabi dan Rasul, syuhada dan orang salih. Mereka berhak mendapat perlindungan Allah pada hari yang tiada perlindungan, selain perlindungan-Nya.

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

“Dan seseorang yang berzikir mengingati Allah dalam keadaan sendirian, lalu berlinanganlah air matanya kerana takutkan Allah.” (Hadis riwayat al-Bukhari)

Tangisan itu mendatangkan kelembutan hati dan membangkitkan rasa takut kepada Allah. Saidatina Aisyah Ummul Mukminin menangis ketika membaca ayat al-Quran dalam sembahyangnya, yang bermaksud:

“Maka Allah memberi kurnia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.” (Surah al-Tur, ayat 27)

Dan menangis pula ketika membaca ayat Allah yang bermaksud:

“Jika Engkau menyeksa mereka sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Surah Al-Maidah, ayat 118)

Saidina Umar al-Khatab berkata: “Seandainya ada seruan dari langit yang mengatakan: Wahai manusia, sesungguhnya kalian semua masuk syurga, kecuali seorang. Tentulah aku amat takut kalaulah orang itu adalah diriku.” Maka beliau pun teresak-esak demi membayangkan kengerian peristiwa itu.

Saidina Ali bin Abi Talib berkata: “Sesungguhnya aku menyaksikan sahabat Rasulullah SAW, tetapi kini aku tidak menemukan lagi orang seperti mereka. Sesungguhnya mereka berpagi-pagi dalam keadaan yang kusut, mata yang bengkak kerana menangis ketika qiyam pada malam hari. Mereka membaca al-Quran sambil berdiri, duduk dan berbaring pada lambung mereka. Mereka berzikir dengan tubuh yang bergoncang bagaikan pohon ditiup angin kuat sedangkan mata mereka basah oleh air mata sehingga membasahi pakaian mereka. Demi Allah, seolah-olah keadaan umat sekarang seperti umat yang semalaman dalam keadaan lalai.”

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

“Aku belum pernah melihat sesuatu yang boleh menyebabkan orang yang tidur terbangun lantas lari daripada satu ancaman seperti ancaman neraka.” (Hadis riwayat al-Tirmizi)

Malam yang panjang itu sebenarnya ada bahagian untuk melembutkan hati, ada ruang mengadu kepada Allah, ada peluang mengetuk pintu maghfirah-Nya, ada kesempatan meminta perlindungan daripada azab neraka. Tetapi manusia yang lalai sudah melepaskan peluang keemasan itu untuk sekadar menikmati mimpi yang sebenarnya tidak dapat memuaskan hati.

Untuk mencapai darjat iman yang tinggi seperti sahabat Rasulullah SAW, tentu banyak rintangan yang harus dihadapi. Malas dan leka dengan permainan serta hiburan membuat hati manusia keras, ditambah lagi kurangnya ilmu, penghayatan mengenai jalan mendekatkan diri kepada Allah.

Kesibukan memuaskan nafsu syahwat terlalu mengganggu kekhusyukan hati. Akhirnya kelalaian itu menjadi kebiasaan, bagi yang sudah terbiasa akhirnya bukan menjadi suatu keaiban lagi selepasnya. Semakin lama dirinya semakin tenggelam kealpaan. Bahawa kita perlukan pertolongan Allah kerana hanya Allah yang berkuasa menyelamatkan manusia daripada kejahatan dirinya sendiri.

Allah berfirman menerusi lisan Nabi Yusuf yang bermaksud:

“Sesungguhnya nafsu itu sentiasa menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (Surah Yusuf, ayat 53)

Apabila nafsu sentiasa menyuruh berbuat maksiat, lalai dan menunda amal maka keraslah hati dan keringlah mata daripada air mata taubat. Jika berdiri untuk sembahyang, akalnya menjelajah hingga ke seluruh ruang pemikiran yang terpendam dalam memorinya. Barang yang hilang pun boleh diingat di manakah tempat menyimpannya.

Maka terbukti sembahyangnya kosong, hatinya hampa, fikirannya tidak menumpu kepada kebesaran dan keagungan Allah. Bagaimanakah matanya boleh menangis, hatinya boleh takut dan akalnya boleh tunduk di hadapan Maha Pencipta?

Begitu juga ketika membaca ayat al-Quran, ia hanya semata-mata untuk pahala, kerana ilmunya belum sampai kepada penghayatan yang mendalam terhadap isi kandungan al-Quran. Padahal Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

“Sesungguhnya al-Quran itu diturunkan dalam kesedihan. Maka menangislah apabila kamu membacanya. Jika kamu tidak dapat menangis maka buat-buatlah menangis. Dan elokkan suara saat membacanya kerana siapa yang tidak melagukannya dia bukanlah termasuk golongan kami.” (Hadis riwayat Ibnu Majah, Abu Ya’la dan al-Baihaqi daripada Saad bin Abi Waqqash)

Rasulullah SAW pernah meminta Abdullah bin Mas’ud untuk membacakan al-Quran kepada Baginda. Beliau membaca awal surah al-Nisa hingga ke ayat 41 dan beliau melihat Rasulullah SAW menitiskan air mata.

Abdullah bin al-Syakir berkata:

“Aku pernah menemui Rasulullah SAW ketika Baginda bersembahyang, sementara dari dalam tubuhnya terdengar suara seperti air yang mendidih kerana tangisan.” (Hadis riwayat Abu Daud dan al-Tirmizi)

Bagaimana jika air mata tidak juga mahu keluar, puas sudah hati memaksa sedih supaya kekhusyukan boleh singgah, walaupun sekejap. Kesilapan apakah yang dilakukan hamba Allah yang tidak dapat menangis ini?

Pertama, kerana ceteknya ilmu sehingga hati dan akalnya tidak dapat meneroka lebih jauh memikirkan keagungan Allah.

Kedua, kerana dirinya tidak merasai kesusahan ujian dan musibah, segalanya berjalan dengan aman dan lancar dalam kehidupannya sehari-hari.

Ketiga, berlebih-lebihan dalam bergembira, bergurau dan bermain-main.

Keempat, kurang muhasabah dan bertafakur melihat kelemahan dan kekurangan diri.

Dan yang kelima, berlebihan pula membanggakan amal sehingga mematikan rasa takut kepada Allah.

Menangis tidak semestinya menunjukkan seseorang itu lemah bahkan menangis kerana takut kepada Allah boleh melonjakkan semangat seorang hamba untuk mengorbankan segala-galanya yang dimiliki demi Tuhannya.

Bukankah syuhada menumpahkan darahnya kerana meninggikan kalimah Allah, biarlah kita mulakan ia dengan menitiskan air mata kerana Allah, itu saja yang termampu karna harga setitis air mata itu lebih mahal dari dunia dan segala isinya.

Tafakur Ujian Penuh Nikmat

Dalam perjalanan panjang kisah hidup seseorang, pasti akan dipenuhi ujian, baik itu menyenangkan maupun yang kurang menyenangakan. Hidup adalah peralihan dari satu ujian ke ujian berikutnya.

Kesabaran kita diuji di setiap adegan kehidupan. Masalahnya bukan bagaimana ujian yang menimpa kita, tetapi bagaimana kita menghadapinya. Bila ada seseorang yang mengecewakan, mengkhianati, berbuat tidak baik, berkata kasar, pasti akan menyakitkan kita.

Menangislah bila itu melegakanmu sesaat…

Namun selanjutnya bertafakurlah. Kita perlu bertafakur mengapa orang lain sampai menyakiti kita, mengapa suatu musibah menimpa kita.. apa kira-kira hikmah kejadian tersebut untuk kita.

Bila ada seseorang yang menipu kita, kita bisa menjadi sangat membencinya hingga lupa bahwa dia pernah baik.
Padahal…
tafakuri lagi, bagaimana kita menipu Allah dengan amal kita, seberapa banyak kata yang tidak sesuai dengan hati, berapa banyak amal yang tidak ikhlas, berapa kali kita bermaksiat setelah kita bertaubat…
Ingat-ingatlah berapa jumlah orang yang mengkhianati atau menyakiti kita dibandingkan jumlah teman dan saudara yang menyayangi kita..

Bila kita kehilangan harta kita, atau mungkin kehilangan pekerjaan, hingga kita berputus asa dan membenci orang-orang yang mengambil harta kita….
Padahal…

tafakuri lagi, berapa banyak rezeki dari Allah dibandingkan yang diambil oleh orang lain itu, Bagaimana bila rezeki indra kita dapat melihat dan mendengar dengan baik sepanjang hidup hingga hari, dibandingkan harta yang hilang itu. Tafakuri bila kita justru jauh dari Allah karena pekerjaan kita, sholat menjadi tidak tepat waktu karena takut atasan, sholat sulit khusyuk, jumlah bacaan Quran kita berkurang karena kelelahan, jumlah rokaat sholat malam berkurang karena ngantuk..

Tafakuri bila selama ini harta kita atau sedikit kelebihan rezeki kita menjadikan kita sombong, ujub dan takabur, ada selintas perasaan meremehkan orang lain.. tafakuri bila wajah yang tampan memandang hina orang yang dikaruniai wajah berbeda dengannya, bila dari wajah yang cantik justru dalam hati merendahkan orang yang tidak cantik. Apakah ketampanan itu yang dinilai Allah atau ketakwaan?

Bertafakur dan menghitung berapa banyak dari harta tersebut yang kita belanjakan untuk Allah, berapa banyak yang kita infakkan dibanding yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau bahkan hanya keinginan duniawi.. salahkah bila Allah ingin memintanya lagi?

Tafakuri lagi bahwa justru disaat kita kehilangan harta, disakiti orang, kita menjadi lebih nikmat beribadah. Hati diberi nikmat untuk merasakan tawakal yang sebenar-benarnya. Tafakuri lagi bahwa kita menjadi tahu siapa kawan-kawan sejati kita. Tafakuri lagi teman…
Tafakuri bahwa mereka yang menyakiti kita ada dalam kekuasaan Allah, rezeki kita ada dalam kekuasaan Allah. Dan semua yang menimpa kita adalah seizin Allah…
Mudah bagi Allah menjadikan sesuatu dan mengubahnya kembali


Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku".(QS. Al Fajr-15-16)

Bukankah disaat kita terjatuh, kehilangan dan mendapat musibah kita justru mendapat nikmat kedekatan dengan Allah yang Maha Memberi ketenangan, lebih dekat pada yang Memberi rezeki. Inikah yang lebih baik atau saat-saat dunia justru terasa sempit padahal harta dan kekuasaan ada ditangan? Saat semua orang dengan topengnya masing-masing berlaku baik pada kita atau saat Allah tunjukan siapa yang hatinya benar-benar tulus pada kita?

Mengapa kita hanya bergembira dalam, nikmat yang penuh ujian,
tetapi sulit merasakan dan mensyukuri ujian yang penuh nikmat?

Tafakuri dengan hati yang terdalam…. Bahwa yang dinilai pada diri kita di hadapan Allah adalah:
bagaimana sikap kita pada mereka, bukan sikap dia atau mereka pada kita.
Bagaimana keridhaan kita pada takdir Allah, hingga akhirnya Allah meridhai doa kita.
Bagaimana bukti kesabaran dan kecintaan kita padaNya.

Seberapapun ujian dari Allah, sungguh lebih banyak nikmat dari Allah..

Maka nikmat dari Tuhanmu manakah yang dapat kamu dustakan…..

Berilah waktu untuk hatimu menafakuri kehidupan..

Ya Rabb, bukalah hati-hati kami untuk dapat mengetahui hikmah dibalik setiap kejadian kehidupan ini..amiin.

Wednesday, November 3, 2010

~ Anda Ingin berpasangan..?? ~

"Pada asasnya, hukum bercinta-kasih, berpasangan(couple) atau seumpamanya adalah harus. Akan tetapi terdapat beberapa perkara/tindakan yang boleh menyebabkannya menjadi HARAM. Antaranya :

PERTAMA: TIDAK MEMPUNYAI NIAT YANG BAIK ATAU SEBALIKNYA

Sesebuah perhubungan ‘istimewa’ antara seorang lelaki dan wanita seharusnya didasari dengan niat yang baik seperti bertujuan untuk berkahwin. Justeru sebarang perhubungan yang tidak bertujuan seperti tersebut adalah tidak harus seperti bercouple untuk berhibur, bersuka-suka dan sebagainya.

KEDUA: TIDAK MEMATUHI (MELAMPAUI) SYARIAT AGAMA

Lumrah bercouple seakan tidak dapat lari dari aktiviti seperti ber“dating”, ber“shoping” dan sebagainya hatta ada yang sampai ke peringkat “membonceng”. Tidak kurang juga (tanpa segan silu) menggunakan istilah-istilah yang kononnya menunjukkan sikap ‘caring’ seperti memanggil “darling” kepada pasangannya. Paling tidak, pasti di dalam pertemuan(dating) akan berlaku pandangan mata yang tidak harus, perbicaraan yang tidak wajar dan seumpamanya. Semua perlakuan ini adalah bercanggah dengan ajaran Islam yang mengharamkan perhubungan bebas di antara lelaki dan perempuan. Yang paling penting, apabila Syariat Islam mengharamkan sesuatu perkara/perbuatan, maka wasilah atau tindakan yang menuju kepada perkara yang diharamkan tersebut juga turut diharamkan. Kaedah Fiqh ada menyebutkan : “sesuatu yang membawa kepada yang haram, maka ia juga menjadi haram”. Justeru berdasarkan kaedah ini, maka bercouple yang membawa kepada perlanggaran hukum syariat juga adalah haram.

KETIGA: MENJATUHKAN MARUAH (PERIBADI) SEORANG WANITA

Apabila pasangan yang bercouple berdating, maka peribadi seorang wanita muslimah akan dipersoalkan. Khalayak tidak akan berbicara tentang si lelaki yang bercouple tersebut, tetapi si perempuan. Masyarakat akan bertanya bagaimana begitu mudah si perempuan tersebut membiarkan dirinya diusung(maaf jika agak keterlaluan) ke sana-sini atau setidak-tidaknya umum akan menganggap bahawa perempuan tersebut telah dimiliki. Kesan buruk yang mungkin dihadapi ialah apabila berlaku perpisahan antara pasangan tersebut. Masyarakat akan mula membuat pelbagai tanggapan negatif terhadap si perempuan tersebut. Prasangka-prasangka negatif akan direka dan dihebahkan. Akhirnya berlakulah tohmahan-tohmohan yang menjatuhkan maruah dan kehormatan seorang wanita. Ingatlah bahawa Islam amat memprihatinkan penjagaan maruah seorang wanita. Di atas dasar itulah adanya hukum Qazaf dan kerana tujuan tersebut jugalah Islam mengharamkan perhubungan yang di luar batasan. Sebabnya adalah kerana Islam memelihara kehormatan seorang wanita.

KEEMPAT: MEMBAZIRKAN WANG KEPADA PERKARA YANG TIDAK WAJAR

Di dalam budaya bercouple, biasanya pasangan lelaki akan banyak menghabis duit pinjaman PTPTN, JPA, yayasan negeri (bagi mahasiswa IPT) atau duit pemberian ibubapa untuk memenuhi kehendak pasangan wanitanya. Ajak saja dinner, lunch, breakfeast atau bershoping pasti si lelaki yang perlu mengeluarkan duit poketnya. Terdapat juga keadaan di mana si perempuan yang berbelanja si lelaki. Itu belum dikira dengan pembeliaan kad top-up handset yang out of control. Hanya kerana call untuk tanya khabar, dah makan ke belum, ada yang sanggup men“top up” handset mereka beberapa kali dalam seminggu. Cuba bayangkan jumlah wang perlu dibazirkan hanya untuk perkara yang sangat remeh dan tidak perlu. Paling menyedihkan, wang tersebut adalah pemberian keluarga yang seharusnya digunakan bagi tujuan pengajian. Begitu juga wang pinjaman PTPTN, ia adalah hutang yang perlu dibayar selepas tamat pengajian. Justeru, penggunaan kedua-dua jenis wang ini kepada perkara yang tidak wajar adalah tidak harus dan ditegah oleh syarak. Perbuatan membazir dan menyalahgunakan harta juga adalah amalan syaitan.(Rujuk Al-Isra’ ayat 27)

KELIMA: MEMBUANG MASA KEPADA PERKARA YANG TIDAK SEWAJARNYA

Seperkara yang wajar diprihatinkan di sini ialah penggunaan waktu kepada perkara yang tidak bermanfaat. Lebih malang lagi, masa yang amat terhad sebagai seorang mahasiswa telah diisi dengan perbuatan-perbuatan yang ditegah oleh Allah. Bukankah berdating, berbual telefon secara marathon dan lain-lain aktiviti rutin bercouple merupakan perbuatan yang menyimpang dari anjuran agama. Justeru setiap saat dan minit yang digunakan bagi tujuan tersebut akan dipersoal dan diperbicarakan di hadapan Allah.

Perlu diingat bahawa Islam bukan mengharamkan secara total perkara yang dinyatakan di atas. Islam tidak menghalang perbuatan tersebut, tetapi meletakkan beberapa prasyarat yang perlu dipenuhi. Sekiranya kita gagal mengikut syarat-syarat tersebut, maka status perbuatan tersebut menjadi HARAM serta menjauhkan diri pelaku daripada kasih sayang dan cinta Allah. (Rujuk kitab al-Halal wal Haram Fil Islam, Dr. Yusuf Al-Qardhawi)

~ Persoalan Tentang Hidupku ~

Apakah tujuan hidupmu??
Untuk Menegakkan Agama Islam,tetapi sejauh
manalah kebenaran kata-katamu,Astagfirullah..

Apakah yang dicari dalam hidupmu??
Rahmat dan Redha ALLAH,tapi selalu melakukan kemaksiatan kepadanya..Astagfirullah

Apakah jalan yang kamu pilih untuk merentasi onak duri dunia yang fana ini??
Agama Islam..tetapi kamu beriman dgn sebahagiannya dan mendustakan sebahagian lagi..Astagfirullah..

Sejauh manakah keikhlasan kamu terhadap agama kamu ??
Banyak melakukan ibadah,tetapi disaluti dgn perasaan riya' dan takbur...Astagfirullah

Adakah sudah lengkap di dadamu pegangan Al-Quran dan As-Sunnah untuk menghadapi fitnah Yahudi dan Al-Masih Dajjal ??
Jauh sekali Ya ALLAH..Astagfirullah..

Sejauh manakah kepercayaan kamu terhadap ancaman ALLAH dan Rasul-Nya ??
Percaya..tetapi tidak begitu mengimaninya..Astagfirullah..lagi teruk bagi mereka yang tidak percaya langsung..Na`udzibillah Min Zalik

Sama-samalah kita mengisafi dan memperbaiki diri kita yang masih lemah..terutamanya ummat akhir zaman ni..yang banyak sekali..tetapi seperti buih-buih di lautan...

Kita masih lagi diberi peluang untuk bertaubat dan
melengkapkan diri dgn keyakinan yang jitu terhadap Islam..
Kita masih diberi waktu untuk mengangkat semula Islam di pesada dunia...
Kita masih lagi diberi peluang untuk memperjuangkan agama Islam di muka bumi ini..
Jadi mengapa masih berdalih dan berlengah .. ??
Fikir-fikirkan dan muhasabah serta bimbinglah diri kita ke arah kesyumulan Islam yang sebenar...

ALLAHUAKBAR...ALLAHUAKBAR...ALLAHUAKBAR.....